Spiritualitas Guru KAKR
Spiritualitas bukan kalimat asing kepada kita khususnya
di GBKP. namun masih banyak diantara kita mengartikan spiritualitas sebatas
gaya hidup. Maka orang-orang yang berspiritualitas ialah mereka yang rajin ke
gereja, menjadi pelayanan, aktivis gereja, dsb. Padahal spiritualitas bukan
hanya sekedar gaya hidup. Tulisan ini berupaya secara singkat untuk melihat
apakah itu spiritualitas. Lalu apa pula kaitan spiritualitas dengan semangat
pelayanan. Sebab sering ada anggapan pelayan yang baik adalah seorang yang
memiliki spiritualitas.
Apakah Spiritualitas Itu?
Untuk memahami spiritualitas kita bisa meninjau kata
spiritualitas itu sendiri. Ia berasal dari akar kata spare (Latin) yang
berarti: menghembus, meniup, mengalir. Dari kata kerja spare terjadi bentukan
kata bendanya, yaitu spiritus atau spirit. Konotasinya kemudian berkembang
sangat luas: udara, hawa yang dihirup, nafas hidup, nyawa, roh, hati, sikap,
perasaan, kesadaran diri, kebesaran hati, keberanian. Dalam Alkitab spirit
dipahami dalam kata ruakh (Ibrani) dan pneuma (Yunani) yang secara pokok
berarti: “nafas atau angin yang menggerakkan dan menghidupkan.” Dalam pengertian
ini, spiritualitas adalah sumber semangat untuk hidup di dunia ini dengan
segala aspek dan cakupannya, baik secara pribadi, bersama sesama dan dalam
relasi dengan Allah.
Henri J.M. Nouwen seorang teolog katolik juga memiliki
pengertian tentang spiritualitas.
Menurutnya sebuah kalimat yang menyarikan makna segenap pelayanan kristiani
adalah kata-kata Yesus sehari sebelum kematian-Nya di kayu salib: “Tidak ada
kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya.” (Yoh. 15:13). Apa yang diteladankan Yesus di sini haruslah
diteladani oleh pelayanan kristen. Dan ini berarti bahwa spiritualitas pada
dasarnya adalah upaya terus-menerus (baca: proses) untuk belajar dari dan
meneladani Kristus.
Kekeringan
Spiritualitas
Persoalan besar para pelayan adalah persoalan kekeringan spiritual. Orang-orang yang
kekeringan spiritual ini adalah orang-orang yang tidak menemukan alasan-alasan
spiritual mengapa ia harus melakukan setiap bagian dalam pelayanannya.
Kekeringan spiritual ini bisa membuat seseorang menjadi loyo atau ogah-ogahan.
Ia tidak memiliki energi yang membuatnya berapi-api dan penuh semangat
melakukan bagiannya. Atau, mereka mungkin melakukan banyak hal, namun dirinya
merasakan bahwa apa yang dikakukannya itu kosong dan hampa. Pelayanan menjadi
formal, rutin, kaku, dingin dan tidak melahirkan pertumbuhan, kedalaman dan
kehangatan. Tidak ada vitalitas, yang ada adalah rutinitas yang membosankan dan
membebani serta kehilangan makna. Flora Slosson menggambarkan kondisi
kekeringan spiritual sebagai hubungan yang menjadi kering, seperti hubungan
pokok anggur dan ranting-ranting yang mulai kering.
Ada
beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kekeringan spiritualitas.
1. Komunikasi
dengan Allah yang berkurang.
Komunikasi
dengan Allah menjadi hal yang utama dimiliki oleh setiap yang beriman. Sebab
tanpa adanya komunikasi yang intim dengan Tuhan, maka spiritualitas tidak akan
bertumbuh. Ada beberapa hal yang sering menjadi penghalang dalam komunikasi
dengan Tuhan. Doa yang tak kunjung terkabul, kenagkuhan pribadi, Alkitab tidak
menjadi bacaan kegemaran yang memberikan suka cita, permasalahan pribadi yang
tak kunjung ada penyelesaian.
Mother
Theresa dalam surat-surat yang dia tuliskan kepada pastor pembinanya, juga
pernah merasakan kegelapan dalam pelayanan. Banyak hal yang dilakukan tapi dia
meragukan apakah yang sudah dilakukan itu sudah menyenangkan hati Tuhan. Maka
dalam doanya Theresa meminta Tuhan menerangi hatinya yang sedang gelap agar di
terangi oleh Tuhan.
2. Tantangan
dari luar diri
Begitu
banyak tantangan dalam, pelayanan. Tantangan itu bukan hanya datang dari dalam
diri kita tetapi juga bisa datang dari luar diri kita. Bisa karena alam
pelayanan yang tidak memberikan suka cita. Semua teman pelayan seperti orang
yang tidakpunya hati. Anak sekokolah minggu seperti monster yang mengerikan,
memusingkan. Sehingga pelayanan tidak lagi bias di nikmati. Di tambah lagi
pekerjaan yang semakin menumpuk, urusan keluarga yang tidak ada ujungnya,
semakin sulit membagi waktu antara keluarga, pelayanan, pacar, arisan, pendidikan
dll. Hal ini sering menjadi awal terjadinya kekeringan spiritualitas.
3. Pemahaman
yang salah mengenai pelayanan
Banyak
orang yang dikecewakan dalam pelayanan karena mereka salah memahami tentang
pelayanan. Banyak orang yang mau melayani hanya karena ingin di sanjung. Ada
yang ingin menjadi pelayan untuk mendapatkan perhatian orang lain. Namun ketika
harapan dipertemukan dengan realita pelayanan, banyak di kecewakan. Bukannya
mendapatkan pujian atau sanjungan atau pengakuan dari orang lain malah dijadikan
sasaran kritik, selalu di salahkan.
Beberapa Prinsip Dasar
Spiritualitas Kristiani
1.
Spiritualitas
Berawal dari Relasi dengan Tuhan
Spiritualitas orang percaya berawal dari dan berdasar
pada relasi kita dengan Tuhan. Relasi itu terlihat dalam kehidupan nyata
manusia. Relasi itu hanya mungkin terjadi ketika Allah terlebih dahulu
menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui Yesus Kristus. Maka relasi itu bukan
sekadar relasi yang formal sifatnya (dalam ibadah atau ketaatan pada
ajaran/dogma misalnya), tetapi dalam kehidupan sesehari dengan segala aspeknya.
Dari penjelasan diatas, spiritualitas adalah relasi (pribadi) dengan
Tuhan yang pada satu sisi adalah anugerah-Nya, serta pada sisi lain adalah
tugas dan panggilan untuk tetap di dalam-Nya (Yoh. 15:1-8), dan hidup menuruti
teladan-Nya. Untuk itu orang percaya tidak dapat dan tidak perlu melakukannya
dengan kekuatan sendiri, melainkan dengan kuasa Roh Kudus yang berkenan hadir
dalam kehidupan kita.
2.
Spiritualitas
Mencakupi Keseluruhan Kehidupan Nyata
Kehidupan yang dimaksud ketika membicarakan spiritualitas
adalah kehidupan sebagaimana kita pahami dengan kacamata kristiani, yang bersumber
pada, dianugerahkan dan dipelihara oleh Allah, untuk dimanfaatkan dan dinikmati
manusia. Kehidupan juga adalah kehidupan baru (lihat misalnya Yoh. 3:5-8, II
Kor. 5:17). Utuh, tidak dipilah rohani-jasmani, nyata dan menyeluruh. harus
tetap bertumbuh dan berbuah. Maka spiritualitas kristiani adalah segenap upaya
secara terus menerus untuk memaknai kehidupan ini sebagai hidup yang baru
(mengoreksi diri), bertumbuh dan berbuah dalam segala aspeknya.
3.
Spiritualitas
Menyangkut Kehidupan dalam Jemaat Tuhan
Relasi pribadi orang percaya dengan Tuhan tidak pernah
berdiri sendiri, tetapi dalam rangka dan tidak dapat dilepaskan dari relasi
antara Tuhan dengan semua orang beriman. Panggilan untuk percaya selalu
bersamaan dengan panggilan untuk percaya bersama dan dalam persekutuan segenap
orang beriman (ingat “Doa Bapa Kami”, bukan “Doa Bapa Saya”). Spiritualitas
dalam terang ini berarti bukan hanya terlibat dalam dinamika persekutuan
jemaat, tetapi bagaimana kita sungguh-sungguh merupakan bagian (elemen) yang
hidup dari persekutuan jemaat dan turut membangunnya dalam Kristus berdasarkan
kasih (Mat. 5:38-48, Flp. 2:1-11).
4.
Spiritualitas
Menyangkut Kehidupan dengan Sesama di Tengah Masyarakat/Dunia
Relasi pribadi maupun komunal dengan Tuhan, selalu
mengarah kepada sesama dan masyarakat/dunia (lihat lagi Yoh. 15:1-8). Karena
Allah menempatkan orang percaya dalam masyarakat dan dunianya bersama sesamanya
untuk menyaksikan Injil Kerajaan Allah (Lukas 4:43), melalui segala segi
kehidupannya. Contoh yang sangat indah di sini adalah spiritualitas jemaat
perdana (Kis. 2:41-47).
Berkaitan dengan ini, maka spiritualitas kristiani
harusnya berpihak kepada keadilan dan kebenaran sebagai inti dari Injil
Kerajaan Allah (Ef. 5:8-9). Relasi dengan Allah, membuka kemungkinan untuk
mengenal maksud Allah terhadap manusia dan dunia, yaitu agar kehidupan dalam
keadilan dan kebenaran menjadi kenyataan.
Spiritualitas Seorang Pelayan
Seorang pelayan bukanlah sekadar seorang pekerja. Seorang
pekerja adalah seseorang yang harus melaksanakan tugas atau kewajibannya.
Memang dalam pengertian ini seorang pelayan adalah juga seorang pekerja, yang
harus melakukan tugas dan kewajibannya, bahkan dengan sebaik-baiknya
(profesionalitas). Dan itu sesuai dengan yang dikatakan Paulus: “Dan segala
sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya
itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa
kita. ”(Kol. 3:17)
Segala sesuatu yang kita lakukan dengan kata dan
perbuatan, –jelas termasuk pelaksanaan tugas kita sebagai guru KAKR– harus
terjadi dalam Nama Tuhan Yesus, ketaatan kita kepada-Nya, serta dalam
meneladani-Nya. Itu berarti bahwa sebagai seorang pelayan, kita terpanggil
untuk terus merefleksikan pelaksanaan tugas kita sebagai pejabat gerejawi atau
pegiat.
Prinsip Pelayanan Guru KAKR
Berikut beberapa prinsip bagi seorang pelayan anak dalam mengemban tugas
pelayanannya, berdasarkan teladan Yesus yang diambil dari Markus 10:13-16.
1. Dikenal sebagai orang yang ramah dan terbuka untuk
anak-anak (Ayat 13)
Jika orang-orang itu tidak mengenal Yesus sebagai seorang
yang ramah, terbuka, mau menerima siapa saja, termasuk anak mereka, pastinya
mereka tidak akan membawa anak-anak mereka kepada Yesus. Mereka tahu bahwa
Yesus pasti menerima anak mereka. Mereka memercayakan anak mereka kepada Yesus untuk
didoakan.
Hendaknya seorang pelayan anak memiliki sikap itu.
Dikenal sebagai orang yang dekat dengan anak-anak, selalu membuka tangan untuk
mereka, dan mau direpotkan oleh segala tingkah laku anak-anak. Orang tua pun
akan merasa aman memercayakan anak-anak-Nya kepada seorang pelayan anak yang
pasti akan menyambut anak mereka dengan sukacita.
2. Tidak menghalang-halangi anak datang kepada Allah
(ayat 14).
Yesus memarahi para murid-Nya yang telah menghalangi
anak-anak itu datang kepada-Nya. Walaupun anak-anak itu masih kecil dan mungkin
belum menyadari maksud orang tua mereka membawa mereka kepada Yesus, tetapi
Yesus tetap menghargai jiwa setiap anak-anak itu.
Sama seperti orang dewasa yang saat itu mengelilinginya,
anak-anak juga mendapat kesempatan yang sama untuk datang kepada-Nya. Bahkan
Dia menyiratkan, hanya dengan menjadi seperti anak kecil itulah seseorang dapat
masuk Kerajaan Allah.
Jadilah seorang pelayan anak yang tidak menghalang-halangi seorang anak pun
datang kepada Yesus.Caranya?
- Sambutlah semua anak yang Tuhan percayakan untuk Anda layani dengan hati yang penuh kasih.
-Miliki beban untuk mengenalkan Kristus kepada mereka.
-Pakai setiap kesempatan bersama mereka untuk membawa mereka kepada Kristus.
- Bersungguh-sungguh melakukan tugas pelayanan kita dan tidak menganggap pelayanan anak sebagai prioritas pelayanan yang tidak penting.
- Sambutlah semua anak yang Tuhan percayakan untuk Anda layani dengan hati yang penuh kasih.
-Miliki beban untuk mengenalkan Kristus kepada mereka.
-Pakai setiap kesempatan bersama mereka untuk membawa mereka kepada Kristus.
- Bersungguh-sungguh melakukan tugas pelayanan kita dan tidak menganggap pelayanan anak sebagai prioritas pelayanan yang tidak penting.
3. Mau terlibat secara pribadi dan secara total dalam
hidup setiap anak (Ayat 16)
Yesus tidak hanya menjamah anak-anak itu seperti yang
telah diminta orang tua mereka. Dia bahkan memeluk setiap anak. Arti pelukan
bagi seorang anak, bahkan bagi seluruh manusia itu amat dalam. Dalam sebuah
pelukan pastinya melibatkan perasaan secara pribadi. Saat Yesus memeluk
anak-anak itu ada keterlibatan secara pribadi antara Yesus dan anak-anak itu.
Bagi seorang anak pelukan itu amat berarti karena mendatangkan rasa aman, rasa
diterima, rasa dihargai, dan rasa dicintai. Yesus memberikan itu kepada mereka.
Tidak itu saja, Yesus juga meletakkan tangan atas anak-anak itu lalu memberkati
mereka. Ya, Yesus mendoakan mereka bahkan memberkati mereka. Dia memberikan
semua itu dengan total, tanpa membedakan satu anak dengan yang lainnya.
Jadilah seperti Yesus, tidak sekedar hanya menerima tugas
pelayanan gereja sebagai seorang pelayan anak, tetapi terlibat secara total
dalam hidup pribadi maupun rohani setiap anak. Jangan menciptakan jarak dengan
anak-anak layan kita. Rangkul, sentuh, dan doakan mereka. Bukan hanya saat kita
berdiri di depan kelas, tetapi dalam setiap kesempatan bersama dengan mereka.
Vic.
Jepri Alexander keliat